ISLAM kok
PACARAN ?!…
Oleh : fatra kurniawan dari berbagai sumber islami
Soal pacaran di zaman sekarang
tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini
sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film
dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus
ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan
tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa. Selama ini
tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di
dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa
nikah. Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur
Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan
hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love
(cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement
(tunangan).
Bagaimanapun mereka yang berpacaran,
jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri,
maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan
sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih
pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi
mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung
mengenang dianya. Waktu luangnya banyak terisi hal-hal semacam melamun atau
berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya
mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk
hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ? Atas dasar itulah
ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang
tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan
mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran
sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan
bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !
Sudah banyak gambaran kehancuran
moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat science
dan peradaban modern (westernisasi). Islam sendiri sebagai penyempurnaan
dien-dien tidak kalah canggihnya memberi penjelasan mengenai berpacaran.
Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang dilontarkan Rasulullah SAW
: “Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat
melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Namun Islam juga, jelas-jelas
menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi
mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi
bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at ! Terhadap larangan melihat atau
bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: “Janganlah salah seorang di
antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama
dengan muhrimnya.” Tabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam
hadits yang lain: “Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan,
barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya
dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati.”
Tapi mungkin juga ada di antara
mereka yang mencoba “berdalih” dengan mengemukakan argumen berdasar kepada
sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut : “Barang siapa
yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atawa memberi karena Allah,
dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan
imannya.” Tarohlah mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang
kokoh, yang nggak bakalan terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi “dunia
berpacaran” mereka. Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka
dapat mengendalikan kemudi “perahu pacaran” itu ? Dan jika kita kembalikan lagi
kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang
mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang,
lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ?
Dan bagaimana mereka merealisasikan “mencintai karena Allah” tersebut ? Kalau
(misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai buka
aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi si cewek,
atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai “mencintai karena
Allah ?” Jawabnya jelas tidak ! Dalam kaitan ini peran orang tua sangat penting
dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada
pergaulan dengan lain jenis. Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan
anak-anaknya bergaul bebas dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang
bijak bagi orang tua kalau melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah
segera saja laksanakan.
Pacaran dalam Islam,,,??? Gimana sich sebenernya
pacaran itu, enak ngga’ ya? Bahaya ngga’ ya ? Apa bener pacaran itu harus kita
lakukan kalo mo nyari pasangan hidup kita ? Apa memang bener ada pacaran yang
Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu? Memiliki rasa cinta adalah
fitrah, Ketika hati udah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta,
akibatnya dahsyat yang diinget cuma si
dia, pengen selalu berdua, akan makan inget si dia, waktu tidur mimpi si dia.
Bahkan orang yang lagi fall in love itu rela ngorbanin apa aja demi cinta, rela
ngelakuin apa aja demi cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampe’ akhirnya
pacaran yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat
lagi, karena pengen bukti’in cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena
cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak dukun pun ikut
bertindak.
Sebenarnya manusia secara fitrah
diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu
mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri
bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang
sifatnya pasti, kalo ngga’ terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang
disebut kebutuhan jasmani (haajatul ‘udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum,
tidur, bernafas, buang hajat. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi
kalo’ kagak terpenuhi manusia ngga’ bakalan mati, cuman bakal gelisah sampe’
terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah).
Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu : Gharizatul
baqa’ (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta,
cinta pada kedudukan, pengen diakui. Gharizatut tadayyun (naluri untuk
mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk
melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah. Gharizatun
nau’ (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa
berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi
dan menyayangi kepada lawan jenis.
Pacaran dalam perspektif islam. In
fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering
cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan
ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: “Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk.” (Q. S. Al Isra’ : 32)
Seringkali sewaktu lagi pacaran
banyak aktivitas laen yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan.
Sampe-sampe sewaktu sholat sempat teringat si do’i. Pokoknya aktivitas pacaran
itu dekat banget dengan zina. So….kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and
kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja
pacaran itu haram.
Adapun resep nabi yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin Mas’ud: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian
telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat
menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara
kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi
penghalang untuk melawan gejolak nafsu.”(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan
Tirmidzi).
Jangan suka mojok atau berduaan
ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi:
“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi),
sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat
dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya.” (HR. Imam Bukhari Muslim).
Dan untuk para muslimah jangan lupa
untuk menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.” (Q. S. An Nuur : 31).
Dan juga sabda Nabi: “Hendaklah kita
benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah
akan menutup rapat matamu.”(HR. Thabrany).
Yang perlu di ingat bahwa jodoh
merupakan QADLA’ (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga’ punya andil nentuin
sama sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut
Islam. Tercantum dalam Al Qur’an: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk
laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang
keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan
laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang
dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu).
Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).”
Wallahu A’lam bish-Showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar