Kamis, 30 Agustus 2012

Fenomena Senioritas di Kampus, Panutan atau Sok-sok an???

Fenomena Senioritas di Kampus, Panutan atau Sok-sok an???

Mendengar kata senior pikiran kita langsung tertuju pada sosok mahasiswa semester  atas  atau  mahasiswa yang memang  dianggap  senior  di  lingkungan kampus.Mahasiswa   senior   sering   diidentikkan   dengan   sosok mahasiswa seenaknya sendiri pada juniornya, sok berkuasa dan sok paling tahu tentang halhal yang ada di kampus.
Ya maklum saja, mereka (mahasiswa senior) menang lebih dulu menjadi mahasiswa di banding dengan para juniornya.Tapi, apakah dengan menyandang ―gelar‖ senior lantas membuat mahasiswa bisa berbuat seenaknya dengan semua juniornya ?? Sebenarnya, perlu atau tidak senioritas dan apakah ada manfaatnya ????
Definisi umum senior, istilah senior dan junior adalah hal-hal yang berkaitan dengan umur, tingkat pendidikan,  wawasan, jabatan dan sebagainya.  Kata  ini  sering  sekali menjadi belenggu dan dilema yang membatasi seseorang untuk bergerak maju. Mari kita ambil contoh lingkungan pendidikan kita. Ada kalanya seorang siswa yang pintar tidak berani untuk menonjolkan diri karena ia ―menghargai‖  para seniornya, padahal ia mampu dan bahkan bias berbuat jauh lebih baik dari seniornya. Atau, ada senior yang cenderung memaksakan kehendak kepada ―bawahannya‖ untuk melakukan keinginannya, dan sang junior (bawahan) dengan terpaksa harus mau melakukannya. Apakah ini sebuah dogma dari tata krama yang ada di masyarakat kita atau ini sebuah keegoisan belaka ? Jawaban pertanyaan ini kembali kepada
kita semua.
Didalam pergaulan kampus, kita juga selalu dihadapkan pada kenyataan senioritas ini. Sebagai mahasiswa baru, kita sering dituntut untuk berada di bawah para senior yang telah terlebih dahulu berada disana. Dalam memberi pendapat, kita juga harus tidak boleh melanggar kepentingan mereka, dan bahkan kita malah terpaksa untuk mengikuti keinginan mereka padahal sebenarnya pendapat yang mereka ajukan tidak sesuai menurut kita. Bila kita berusaha untuk menolak atau melanggar ini, maka kita dianggap tidak memiliki rasa sopan santun. Mengapa masalah senioritas dikaitkan dengan sopan santun dan etika?
Ketika  founding  fathers  memutuskan  untuk  membangun  negeri  ini menjadi  bangsa  yang  modern,  pada  hakikatnya  mereka sedang  menggulirkan dialektika  baru.  Diputuskanlah  dialektika  baru  itu  adalah  demokrasi  sebagai pengganti dialektika lama—sistemfeodal—yang dianggap sudah using dan tak sanggup menjadi komandan dalam membangun negeri ini menjadi bangsa yang modern. Akan tetapi, pengaruh  budaya  feodal yang notabene merupakan warisan leluhur masih sangat kuat melilit bangsa ini.Dialektika yang sebenarnya ingin ditinggalkan, telah mendarah daging sehingga sulit menanggalkannya.Akibatnya, dalam tataran perilaku politik dan ekonomi, kita  masih  bersikap  dan  mengacu  pada  nilai-nilai  feodal.  Para  pemegang kekuasaan,  masih  menghayati  kekuasaan  sebagai  amunisi  ampuh  untuk mengakumulasi  kenikmatan  pribadi,  keluarga,  dan  kawan-kawannya.Ditengah ketidakberdayaan  akan  feodalisme,  rakyat  memimpikan  sosok  yang  dapat membawa mereka keluar dari lembah nestapa itu penyebab kemunduran bangsa. Agen perubahan seperti mahasiswa sebenarnya menjadi pilihan utama. Namun, panggilan  ini  sepertinya  tak  digubrisnya  sekaligus  mencampakkan  konstelasi keamanahannya sebagai pengayom bangsa. Fenomena senioritas dalam OSPEK menjadi sebabnya.
Fenomena   senioritas   memperlihatkan   standar   ganda   pergerakan mahasiswa. Masih terpatri dalam ingatan, perjuangan mahasiswa yang ketika itu gundah  gulana  atas  kondisi  negerinya,  berusaha  keras  membuka  gerbang reformasi   dengan   maksud   memudahkan   penghujaman   terselenggaranya pemerintahan dan kehidupan yang demokratis, yang dianggap sebagai prasyarat pengentasan permasalahan negerinya. Namun, di sisi lain, fenomena senioritas menjadi bukti tak terbantahkan terhadap sinyal pemupukan tesis feodalisme bak menjungkirbalikan antithesis demokrasi yang justru sering mereka suarakan.
Standar ganda memang sepantasnya menohok harga diri mahasiswa yang dianugrahi masyarakat sebagai agen perubahan. Pasalnya, senioritas telah diluar ambang  kewajaran.  Tradisi  balas dendam  menjadi motivasi  yang kasat  mata namun menyeruak telanjang.Senior tak segan lagi mempraktikan ajimumpung— paham kesempatan dalam kesempitan.
Polemik ini memang memiliki dampak yang tidak kasat mata tapi akan terdapat  efek  gaung  yang  berakibat  pada  perubahan  mental  junior secara fundamental.  Dunia  kampus  yang  notabene  sebagai tempat  pembibitan  calon intelektual harapan  bangsa  malah  melahirkan manusia bermental kerdil  yang mengsampingkan hati nurani dalam bertindak.
Pengekangan budaya berani dan kritis mengakibatkan jurang pemisahan antara senior dan junior menganga lebar. Pasalnya, senior kerap memposisikan junior sebagai objek yang bias diperlakukan seenaknya.Inilah barangkali perilaku senior-junior  yang  kebablasan.Pada akhirnya,  OSPEK  hanya  menelurkan mahasiswa bermental apatis.

Salam Mahasiswa...!!!!
selamat datang para mahasiswa baru di tahun 2012, semoga menjadi mahasiswa yang dapat membuat suatu perubahan yang dahsyat,,,,,

Rabu, 08 Agustus 2012

MENENGOK PERANAN PEMUDA MENUJU PERUBAHAN

MENENGOK PERANAN PEMUDA MENUJU PERUBAHAN

Pemuda merupakan bagian tak terpisahkan dari rakyat. Dari tangan para pemuda inilah nasib bangsa dan Negara dipertaruhkan. Dalam perjalananya para pemuda yang dipelopori oleh mahasiswa mencoba untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat walaupun di satu sisi akan berbenturan
dengan berbagai kepentingan rezim. Akan tetapi inilah hal yang membuktikan bahwa mahasiswa/pemuda merupakan iron stock yang akan membawa perubahan ke depan.

Ada fakta menarik bila kita sedikit flash back sejarah pergerakan mahasiswa dari rezim orba-reormasi:

1965

Demonstrasi terjadi di mana-mana sebagai reaksi ketidakpuasan mahasiswa akibat kebijakan pemerintah saat itu yang mengakibatkan ketimpangan social semakin terlihat. Kesenjangan ekonomi semakin tampak yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat semakin menjadi. Reaksi ini mengkibatkan rakyat dan mahasiswa mengeluarkan TRITURA:

1. Turunkan harga

2. Rombak Kabinet dwikora

3. Bubarkan PKI

1974

Terjadi peristiwa MALARI . ratusan mahasiswa ditangkap karena dituduh berbuat makar. Peristiwa ini terjadi akibat pasar Indonesia dikuasai jepang hal ini jelas merugikan rakyat dan eksistensi Negara sendiri.

1978

Lahirnya NKK/BKK, yang menuntut mahasiswa untuk study oriented. Dema (dewan mahasiswa) dibubarkan, organisasi ekstra kampus dilarang beraktivitas di dalam kampus. Hal ini menyebabkan sempitnya ruang gerak dan berpikir mahasiswa. NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) adalah upaya untuk menjaga kehidupan kampus agar tetap beorientasi akademis. BKK (Badan Koordinasi Kampus) adalah upaya penyempitan ruang gerak mahasiswa melalui pengawasan yang ketat dari rektorat.

1980an

Untuk menekan pengaruh Islam, pemerintah memberlakukan asas tunggal (PANCASILA). Azas Pancasila terus didoktrinkan dalam kehidupan kampus. Hal ini juga menyebabkan HMI pecah menjadi HMI DPO dan HMI MPO.

1998

Badai krisis ekonomi menghantam Indonesia, kondisi ini semakin parah dengan adanya KKN para elite politik. Tuntutan agar Ssoeharto mundur terjadi dimana-mana, tragedi trisakti puncaknya. Mahasiswa dan rakyat berhasil menduduki gedung MPR/DPR. Rezim orba berakhir setelah pada tanggal 21 Mei 1998 menyatakan mengundurkan diri sebagai Presiden RI.

Era Reformasi

Pada era Presiden Habibie banyak ketidakpuasan yang disinyalir Habibie merupakan produk orba. Pada saat era Gus Dur juga diwarnai aksi akibat kasus bullogaite, nepotisme,dll yang berujung pemberhentian Gusdur sebagai presiden pada waktu itu. Pada era Megawati juga banyak demonstrasi Mahasiswa di berbagai daerah. Mahasiswa dan rakyat tidak puas dengan rezim waktu itu yang telah menjual aset nasional, korupsi sukhoi, dll. Ketika tampuk kepemimpinan beralih k SBY, juga tidak luput dari sorotan mahasiswa terhadap kinerja. Kebijakan menaikan harga BBM dan kedatangan bush menjadi isu paling dominan seputar demonstrasi mahasiswa. Pemerintah juga dinilai plin-plan terkait kebijakan menaikkan harga BBM. Pemerintah juga dinilai melukai rakyat dengan memanfaatkan momentum pemilu 2009 sebagai ajang untuk meraup suara dengan menaikkan gaji guru yang dinilai syarat unsur politis.

Fakta menarik yang bisa kita simpulkan dari kejadian di atas yaitu bahwa pemuda yang dipelopori oleh mahasiswa dari rezim orde lama-orde reformasi ini senantiasa terus bergerak mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah melalui mimbar bebas,demonstrasi, diskusi publik, dll. Hal ini terus dilakukan oleh mahasiswa sebagai iron stock bangsa untuk membela kepentingan rakyat.

Momentum bagi pemuda sebetulnya sudah di mulai sejak zaman Rasulullah SAW. Bagaimana ketika itu beliau menjadi contoh riil semangat pemuda yang berhasil menyebarkan Islam sampai ke penjuru dunia. Umar bin Khattab mengatakan “setiap aku mempunyai masalah maka yang kucari adalah pemuda”.

Bila kita menengok di negara kita, Soekarno pernah mengatakan “berilah aku seorang pemuda maka aku akan mengguncang dunia”. Hal ini juga teraktualisasi dalam sumpah pemuda pada tahun 1928 sebagai pelopor persatuan nasional. Pada 1945 juga peran pemuda sebagai pelopor proklamasi kemerdekaanRI. Berujung pada 1998 juga peran serta pemuda yang berhasil menumbangkan rezim orba yang bertahan selama 32 tahun.

“”yaa ayyuhassabab inna fi yadikum amrol ummah wa fii aqdamikum hayaataha”

(wahai pemuda sesungguhnya di tanganmu urusan bangsa dan di derap langkahmu tertumpu hidup dan matinya suatu bangsa).

Pemuda selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad menjadi corong kebangkitan suatu bangsa..bagaimanakah dengan sekarang?? Bila kita melihat bagaimana efek dari sumpah pemuda yang telah mengikat seluruh pemuda di tanah air untuk bersatu melawan imperialisme, pragmatisme, hedonisme, ini menjadi suatu titik tolak kebangkitan bangsa pada saat itu.

Siapapun yang memimpin bangsa ini, kepentingan rakyat tetap harus diperjuangkan. Islam telah mengajarkan bahwa apabila suatu urusan tidak diserahkan kepada ahlinya tunggulah saat kehancuran. Di era reformasi ini seharusnya menjadi momentum bagi pemuda sebagai nahkoda masa depan bangsa. Akan tetapi bila kita lihat di era reformasi inipun, praktis peninggalan orde barulah yang sampai sekarang sebagai nahkoda masa depan bangsa. Ini tentunya kontras dengan spirit dan idealisme para pemuda yang berjuang tak kenal lelah.

Momentum tentunya masih ada dan akan terus berlanjut beriringan dengan spirit pemuda itu sendiri. Kedepan diharapkan akan muncul sosok-sosok pemuda yang memiliki jiwa negarawan. Pemuda muslim tentunya akan menjadi icon besar dalam peranannya mengawal agenda-agenda reformasi. Pribadi Muslim Negarawan diharapkan akan senantiasa menghiasi pemuda-pemuda muslim bangsa ini sebagai umat mayoritas di Tanah Air ini yang ke depan diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara ini. Pribadi Muslim Negarawan tidak hanya sebagai pejabat politik, tetapi juga berani menolak setiap bentuk intervensi asing dan berbuat untuk kepentingan rakyat yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam.

Bila kita perhatikan selama ini kebanyakan peranan pemuda hanya sebatas sebagai “yudikatif (pengawas)” kebijakan-kebijakan pemerintah. Sang “eksekutif (eksekutor)” adalah pemerintah yang rata-rata dihuni pejabat tua. Hal ini seringkali terjadi benturan ditataran lapangan diakibatkan perbedaan paradigma antara golongan tua dan muda. Sejarah di Republik ini mencatat pemuda/mahasiswa selalu berada di garda depan membela kepentingan rakyat.

Solusi alternatif kedepan diharapkan terjadinya keseimbangan antara golongan tua dengan golongan muda ditataran legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Artinya ke depan perumus kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pengawas kebijakan merupakan kolaborasi yang seimbang antara kaum senior dengan pemuda. Solusi ini diharapkan akan membawa bangsa dan negara ini menuju bangsa dan negara yang adil dan bermartabat. Wallahua’lam